Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan implementasi program mandatori biodiesel B40 mulai 1 Januari 2025 akan membawa dampak signifikan bagi perekonomian nasional.
Program ini diklaim mampu mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM), khususnya solar, dengan potensi penghematan devisa mencapai Rp147,5 triliun. Sedangkan untuk B35 dapat menghemat Rp122,98 triliun. Dengan demikian terjadi penghematan devisa sekitar Rp25 triliun dengan tidak mengimpor BBM jenis minyak solar.
"Peningkatan biodiesel dari B35 ke B40 resmi berlaku mulai 1 Januari 2025. Ini adalah bagian dari upaya untuk mengurangi ketergantungan pada impor solar sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional," kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam keterangan persnya yang dikutip, Senin (6/1).
Selain penghematan devisa, program B40 memiliki berbagai manfaat strategis. Bahlil menjelaskan, transformasi crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel dalam program ini dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi hingga Rp20,9 triliun.
Program ini juga menciptakan peluang kerja yang luas, baik di sektor on-farm maupun off-farm. "Penyerapan tenaga kerja diperkirakan mencapai 1,95 juta orang di sektor on-farm dan lebih dari 14 ribu orang di sektor off-farm," ujarnya.
Dari sisi lingkungan, implementasi B40 diharapkan mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 41,46 juta ton CO2e per tahun, sejalan dengan target pemerintah mencapai net zero emission pada 2060.
Pemerintah telah menetapkan alokasi biodiesel B40 sebesar 15,6 juta kiloliter (kl) pada 2025. Alokasi ini terdiri dari 7,55 juta kl untuk Public Service Obligation (PSO) dan 8,07 juta kl untuk non-PSO.
Program ini diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No. 341.K/EK.01/MEM.E/2024, yang menetapkan pemanfaatan biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen dalam campuran solar. Penyaluran biodiesel akan melibatkan 24 Badan Usaha (BU) bahan bakar nabati, 2 BU BBM yang mendistribusikan B40 untuk PSO dan non-PSO, serta 26 BU BBM yang khusus menyalurkan B40 untuk non-PSO.
